Penantian
Haruskah menanti dengan Diam! Haruskah aku masih merapatkan kedua bibirku. Haruskah aku menantimu padahal beribu alasan mengoyahkanku untuk pergi. Haruskah aku menantikanmu dalam beribu waktu yang terbuang.
Haruskah aku menantimu hanya karena kau berjanji akan pulang, kau berjanji akan kembali lagi!
Haruskah aku menantimu seperti menanti hujan disaat kemarau, haruskah aku menantimu seperti malam yang datang pukul 07.00 pagi!
Haruskah aku menantimu seperti menanti kupu-kupu yang terbang di malam hari. Ataukah seperti menanti jangkrik yang berbunyi dipagi hari.
Apakah aku harus menantimu hingga rambut putih itu tumbuh, ataukah aku harus menunggumu hingga organ tubuhku berumur semakin tua. Atau kah hingga kulitku mengeriput. atau haruskah aku menantimu hingga gigi dimulutku serta tulang penopang tubuhku keropos.
Apakah aku harus menunggumu hingga mataku sudah tak lagi sempurna melihatmu. lalu mulutku tak lagi sanggup berbicara lama denganmu, dan ketika telingaku tak lagi sempurna mendengar suara lembutmu. Serta hidungku yang tak lagi mampu mencium aroma wangi parfummu yang khas dengan baik.
Kini, aku menjadi sangat sensitif. Mungkin aku lelah menantimu. Mungkin aku sudah tak ingin menanti kepulanganmu.
Tapi ada banyak hal yang mendorongku untuk tetap menantimu. Aku "ingin" melihat wajahmu, aku "ingin" menggenggam kedua tanganmu, aku "ingin" berbincang dan mendengar suara khasmu, aku "ingin" mendekap tubuh kokohmu, aku "ingin" menghirup parfum musk milikmu, aku "ingin" pertemuan intens yang telah lama terputus, bersatu kembali.
Selagi menunggumu, aku tak ingin menjadi tua, aku tak ingin menjadi renta. Aku ingin hidup lebih lama lagi, aku ingin hidup 100 tahun lagi, dan menunggumu dalam diam.
Biar hanya aku yang lelah menunggumu, namun dengan antusias dan kebahagiaanmu dengan kecerianmu dan tetap dengan rasa cintamu yang dulu. yang hingga kini masih ada untukku.
"Semoga itu semua tak berubah, seperti rasaku untukmu"
Comments
Post a Comment